assalamualaikum

sodiqi usrati...=)

Tuesday, March 1, 2011

.:: Menggugat Jilbab (Bag.2) ::.

Bismillahirrahmanirrahim..

                Merenung dengan keajaiban jilbab membuatku harus was-was dengan sikap dan sifatku yang kadang membuat orang lain menilaiku tidak pantas. Pertemuanku dengan Mbak Intan, membuka cakrawala berpikirku kalau tidak semua orang yang memandang wanita berjilbab itu baik. Ternyata masih banyak yang merasa bahwa wanita berjilbab jauh lebih sombong karna merasa mereka lebih special. Sayang sekali..

                “Assalamu’alaikum mbak Aisyah,” aku mecari sumber suara.

                “Wa’alaikumsalam Riana, apa kabar ukhti?” kataku sambil menyambut uluran tangannya.

                “Alhamdulillah baik mbak.”

                “Gimana ukhti, nyaman sekarang udah pakai jilbab?” kataku. Riana baru memakai jilbab belum genap satu
bulan, aku masih terus mengawasinya, takut-takut kalau dia tiba-tiba kembali berubah arah.

                “Alhamdulillah lebih tenang dan lebih nyaman. Masih terngiang-ngiang dalam benakku, mbak, perkataan mbak yang bilang kalau api neraka jauh lebih panas dibandingan panas dunia ketika kita memakai jilbab. Kata-kata itu
membuatku merinding dan ingin segera menutup aurat.”

                “Alhamdulillah.” Aku tersenyum mendengar celotehannya.

                “Tapi mbak, seiring aku memakai jilbab gini, banyak teman-temanku yang menjauhiku. Mereka mengira, aku nggak suka berteman dengan mereka. Wanita yang pakai jilbab biasanya Cuma mau berteman dengan wanita yang pakai jilbab atau aktivis,” katanya seraya tertunduk.

                “Kamu seperti itu ukhti?”

                “Demi Allah mbak, aku nggak pernah seperti itu. Justru aku mendekati mereka seperti mbak mendekatiku dulu, tapi mereka justru yang menjauhiku.”

                “Hmm..yaa sudahlah ukht, perjuangan itu baru saja dimulai, dan kamu harus bisa membuktikan apa yang
mereka katakan itu tidak benar. Insyaallah mereka akan mengerti dan tahu kalau kamu tidak seperti yang mereka kira.”

                Riana mengangguk tanda paham dengan penjelasanku. Ternyata bukan hanya terlalu berlebihannya seorang akhwat yang menilai seseorang yang tidak berjilbab itu bukan bagian dari dirinya, namun justru ada juga yang sebaliknya.

                Wanita yang tidak memakai jilbab sepertinya ‘minder’ dan merasa bahwa dirinya bukan bagian dari mereka dan merasa teracuhkan. Kesalahpahaman ini memang tak akan tuntas bila keduanya tidak membuka diri.

                                                                ***

                “Aahh..semua yang memakai jilbab itu sama mbak Aisyah. Mereka itu Cuma pakaiannya doank yang bagus, nutup semuanya. Tapi hatinya, sifatnya, sikapnya..wuuiihh..jauh dari pakainnya,” suara disebrang telpon begitu semangat.

                “Mbak Intan perhatian sekali sama kami yang berjilbab sampai tahu ke sifat-sifatnya segala,” kataku.

                “Yaiyalah mbak, contohnya yang aku bilang kemarin, banyak yang sombong, apalagi banyak yang pacaran tuh mbak. Jilbab aja yang Gede, Cuma biar kelihatan islami. Apa bedanya dengan kami yang nggak pake jilbab kalau begitu?”

                “Jelas beda mbak Intan, yang satu pakai jilbab, yang satu nggak pakai jilbab. Wanita yang sudah memakai jilbab artinya dia sudah mengikuti perintah Allah, berbeda dengan wanita yang belum memakai jilbab. Kalau dalam masalah sifat dan perbuatan, yang salah tetaplah salah nggak memandang dia memakai jilbab atau nggak. Namun, kewajiban berjilbab nggak memandang sifat dan sikap mana yang lebih baik. Jilbab tetaplah wajib pada semua wanita tanpa terkecuali,” aku menghela nafas sebelum melanjutkan.

                “Kalau mbak menemukan wanita berjilbab tapi kelakuannya nggak mencerminkan jilbabnya. Mbak Intan boleh menegurnya, jangan takut karna mbak merasa belum memakai jilbab. Yang salah tetaplah harus diingatkan, kalau mbak nggak berani menegur, terus siapa yang mau menegur. Jilbabnya nggak bisa disalahkan, tapi orangnya yang patut mbak peringatkan. Tapi alangkah baiknya ketika mbak menegur, mbak telah melengkapi aurat mbak dengan jilbab. Insyaallah akan menambah nilai ibadah mbak. Gimana mbak?” aku mencoba mengatur nafas. Tak ada jawaban dari sebrang sana.

                “Hallo mbak Intan?” kataku lagi. Kenapa dia diam saja? Mungkin dia sedang memikirka masalah tadi,

                “Eh iya mbak Aisyah, makasih atas penjelasannya. Hmm..kalau ada waktu di hari sabtu ini, bisa nggak kalau kita ketemuan?” katanya.

                “Insyaallah bisa mbak, nanti SMS saja tempat ketemuannya.”

                “Yaa sudah gitu aja dulu yaa mbak, nanti saya SMS. Assalamu’alaikum..”

                “Wa’alaikumsalam..mbak Intan.”

Polemik jilbab. Saling gugat, saling menyalahkan, merasa kalau sudah berjilbab mereka bisa menyombongkan dirinya pada yang belum berjilbab. Atau sebaliknya, yang belum memakai jilbab merasa bahwa wanita yang memakai jilbab hanya sebagai penutup agar aibnya terhadap kemaksiatan tidak ketahuan. Masyaallah..polemik ini tidak akan berhenti sampai mereka sanggup bercermin pada diri sendiri, bahwa jilbab dan akhlak yang baik, tidak bisa dipisahkan.

( Nantikan >> “Menggugat Jilbab ( Bag.3 ) )

Wallahua’lam bish Shawwab.

Situs BMB >> www.bukanmuslimahbiasa.com

^^ Silahkan di Share atau di Copas, tetap dimohonkan mencantumkan sumbernya :) ^^



 bersambung...

No comments:

Post a Comment